Sumber foto: Marketing Macho
Ditulis tanggal 13 Januari 2021 oleh Rifka
Di dalam hidup, ada kalanya kita merasakan tuntutan dari orang-orang di sekitar untuk mengubah diri sesuai dengan keinginan mereka. Sepertinya, hampir semua orang–tidak memandang gender, usia, maupun status sosial–pernah merasakannya. Cowokpun tidak terlepas dari tuntutan. Apabila dibiarkan terus menerus hal ini dapat memicu perilaku toxic masculinity.
Sebelumnya, Kampus Mania tau ngga sih darimana istilah toxic masculinity berasal?? Jadi Istilah toxic masculinity berasal dari seorang psikolog bernama Shepherd Bliss pada tahun 1990. Menurut Bliss, istilah ini digunakan untuk memisahkan dan membedakan nilai positif dan negatif dari laki-laki. Perbedaan ini membentuk ide maskulinitas dimana kekuatan dianggap segalanya sementara emosi adalah kelemahan.
Seringkali kita mendengar ungkapan yang menggambarkan cowok sebagai seseorang yang sempurna, kuat, dan tidak boleh menunjukan kekurangan mereka. Norma-norma yang mengatur mengenai bagaimana seharusnya cowok bersikap dan berperilaku dapat menyebabkan munculnya toxic masculinity dan krisis identitas, terutama ketika cowok mencoba untuk mencapai maskulinitas yang ideal, hingga kemudian memberikan efek negatif pada mental dan emosi mereka.
Beberapa ungkapan toxic masculinity yang menuntut cowok menjadi seseorang yang ideal adalah cowok harus kuat, cowok ngga boleh nangis, cowok harus dominan dalam pengambilan keputusan, dan masih banyak lagi. Namun, tidak melakukan salah satu dari hal-hal yang disebutkan di atas bukanlah sebuah kesalahan. Cowok tetap manusia biasa yang mempunyai emosi dan tidak ada yang salah dengan cowok yang tidak kuat ataupun memilih untuk tidak menjadi dominan.
Ngga jarang ada cowok yang merasa terbebani dengan tuntutan dan norma yang ada di masyarakat. Seperti yang telah disebutkan di atas, toxic masculinity bisa berdampak buruk buat cowok yang ngga bisa memenuhi “standar” atau ekspektasi tersebut. Cowok yang dinilai kurang dari standar itu akan merasa diri kurang, lemah, tak berdaya, benci pada diri sendiri, menjadi pemurung, dan bahkan depresi.
Toxic masculinity tentunya ngga bisa dibiarkan, untuk itu diperlukan sesuatu yang bernama healthy masculinity atau positive masculinity yang merupakan tindakan cowok untuk mendobrak norma gender maskulin pada umumnya. Positive masculinity tidak mengkonstruksi cowok sebagaimana norma sosial , tetapi sebaliknya memberikan mereka untuk pilihan berperilaku sesuai dengan kenyamanannya, dan yang dia inginkan. Beberapa cara menerapkan positive masculinity adalah mengekspresikan berbagai emosi yang dirasa, mencari bantuan jika memang perlu, mengungkapkan kebutuhan mereka, percaya diri, dan mengenal diri mereka sendiri.
Pada dasarnya, cowok juga manusia biasa yang bebas memilih mau bertindak dan berpenampilan seperti apa tanpa dibatasi oleh norma-norma sosial yang maksudnya dipertanyakan. Jadi buat Kampus Mania terutama cowok-cowok, ngga perlu kok jadi cowok ideal, nyaman buat jadi diri sendiri itu udah lebih dari cukup!