Bermula dari lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia yang semakin genting dan mengakibatkan krisisnya stok oksigen, lahirlah O2Go Indonesia yang bertujuan untuk membantu dalam penyediaan oksigen medis untuk masyarakat umum Indonesia. Dengan inisiasi dari Dinas Kesehatan Kota Bandung, dibentuklah tim O2Go Indonesia yang terdiri dari mahasiswa ITB yang berasal dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD), Fakultas Teknik Industri (FTI), Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI), Fakultas Kedokteran UNPAD, serta dibantu beberapa pihak dosen dari ITB. PIhak Fakultas Kedokteran UNPAD disini berperan banyak dalam memberi validasi dan informasi mengenai standar penggunaan atau kebutuhan mesin oksigen medis.
Pada awal mulanya ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh tim O2Go.
“Jadi permasalahannya adalah, saat itu di ITB tidak ada yang tahu bagaimana membuat Oksigen Generator itu gimana caranya”, ujar wawancara dengan Project Leader O2Go, Fandika Ikhsan (FTMD).
Hal ini mulai diatasi dengan mencari sumber-sumber lain dan mempelajarinya menggunakan sistem yang dinamakan Reverse Engineering. Dibantu dari berbagai pihak, seperti salah satunya adalah pihak rumah sakit Al-Ihsan yang mengizinkan untuk menelaah atau survei lebih lanjut akan alat generator oksigennya sehingga mereka dapat mengetahui mengenai dimensi mesin hingga cara kerjanya. Tak berhenti disitu, mereka juga mencari tahu lebih lanjut mengenai spesifikasi mesin melalui jurnal dan studi-studi sebelumnya hingga melakukan survei ke berbagai daerah dan menghubungi beberapa penjual Oksigen Generator. Perusahaan Oksigen pun turut mengizinkan mereka untuk survei secara langsung ke pabriknya yang berkaitan dengan pengolahan oksigen.
O2Go sebagai gerakan nonprofit hadir dengan riset dan pengembangan Oxygen Generator dan Oxygen Concentrator. Oxygen Concentrator (OC) dibuat dalam sebuah alat yang berukuran kecil yang memiliki spesifikasi 5 lpm (Liter per menit) dalam menampung oksigen. Prinsip kerjanya sama dengan Nitrogen Generator pada POM Bensin yang mengubah udara sekitar menjadi Nitrogen, sedangkan Oxygen Concentrator mengubah udara bebas yang memiliki komposisi Oksigen 20% menjadi Oksigen murni yang akan ditampung dalam suatu tabung. Target besarnya adalah mencapai angka 93% konsentrasi oksigen murni yang berhasil dikonversi dari udara bebas.
Perancangan alat Oxygen Concentrator dan Oxygen Generator dilakukan di laboratorium Produksi Teknik Mesin ITB. Komponen inti pada alat Oxygen Concentrator di antaranya: Compressor, Air dryer, PSA tower, solenoid towel, filter, tank storage, sensor, serta zeolite. Zeolite menjadi bahan inti yang berguna untuk mengkonversi udara bebas menjadi oksigen murni dengan memisahkan komponen oksigen dan non-oksigen pada udara. Yang tak kalah keren, zeolite yang digunakan adalah hasil riset buatan mahasiswa ITB sendiri yang risetnya dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia. Risetnya masih terus dikembangkan hingga mendapatkan zeolite yang mampu mengkonversi udara bebas menjadi oksigen dengan konsentrasi 93%.
Kabarnya, hasil dari riset O2Go ini akan disebarluaskan melalui white paper secara open source kepada perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Harapannya, O2Go Indonesia dapat menjadi pelopor dalam berkolaborasi untuk memajukan Indonesia. Selain itu, dengan white paper yang disebarluaskan, harapannya dapat mendorong perguruan tinggi yang lain untuk berkolaborasi dalam mencapai target besar O2Go Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan melalui penelitian-penelitian lebih lanjut hingga pengembangan lainnya yang dapat bermanfaat ke khalayak, khususnya di kondisi pandemi ini.
“Akan disebarkan white paper nya rencananya di kisaran 80%. Walaupun targetnya 93%, disebarkan dulu aja karena mahasiswa-mahasiswa kan banyak yang pintar dari kampus lain. Nah mereka itu harapannya bisa improve alat ini bersama-sama karena O2Go itu kan bukan punya ITB. Jadi kalau sudah dibagikan, ya udah ini milik kita semua, milik Indonesia. Saling support aja. Jadi goals kita bersama itu mencapai 93% itu,” ujar Project Leader O2Go.